PANCASILA
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Nur Hadi, M.Pd.I.
Oleh :
Danang Abdul Rachmansyah (
1403046048 )
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila
apabila dikaji secara ilmiah memiliki pengertian-pengertian yang luas, baik
dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sebagai pandangan hidup Bangsa,
sebagai kepribadian Bangsa, sebagai ideologi Bangsa dan Negara, selain itu
Pancasila secara kedudukan dan fungsinya harus di pahami secara kronoligis.
Kurangnya pemahaman tentang Pancasila baik pengertian maupun kronologinya.
Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa, seharusnyalah
mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar
filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan dipertahankan sebagai ideologi
negara. Oleh karena itu, pancasila sebagai dasar filsafat negara yang secara
resmi tercantum dalam pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari dan dipahami, apa
sebenarnya yang terkandung dalam ajaran Pancasila itu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian Pancasila?
2. Bagaimana Sejarah terbentuknya Pancasila?
3. Bagaimana Dinamika Pancasila sebagai Asas
Negara?
4. Apakah Kedudukan, Peranan, dan Fungsi
Pancasila?
5. Bagaimanakah Pendekatan Filsafat Pancasila?
6. Apa Peran Pancasila sebagai Dasar Negara dan Etika
Politik?
7. Apa Peran Pancasila sebagai Ideologi dan
Paradigma Pembangunan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PANCASILA (
HISTORIS, SOSIOLOGIS, dan YURIDIS )
Pancasila ada tiga hal, pertama dari sejarah perjuangan
bangsa atau Historis, yang kedua Sosiologis, dan yang ketiga dari
landasan formal atau Yuridis.
1. Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai zaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki
suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di
dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa
lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan
secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi
nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat
internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar
pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif
historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.[1]
Landasan
historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sudah ada sejak
bangsa Indonesia ada. Berketuhanan yaitu percaya pada sesuatu yang berkuasa di
luar diri manusia. Berkemanusiaan dalam wujud cinta sesama manusia.
Berpersatuan baik persatuan dalam kelompok suku yang kemudian meluas menjadi
bangsa. Berkerakyatan dalam kelompok kecil berkekeluargaan kemudian meluas
dalam negara disebut berkerakyatan. Berkeadilan yaitu ingin diperlakukan secara
adil baik dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Kelima hal ini
kemudian menjadi ciri khas dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain,
yang kemudian direnungkan oleh tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia, yang oleh
Bung Karno diberi nama Pancasila, yang selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945
disahkan sebagai dasar negara oleh PPKI.[2]
2. Sosiologis
Bangsa Indonesia yang penuh kebhinekaan terdiri atas lebih dari 300 suku
bangsa yang tersebar di lebih dari 17.000 pulau, secara sosiologis telah
mempraktikan Pancasila karena nilai-nilai yang terkandung didalamnya merupakan
kenyataan-kenyataan (materil, formal, dan fungsional) yang ada dalam masyarakat
Indonesia. Kenyataan objektif ini menjadikan Pancasila sebagai dasar yang
mengikat setiap warga bangsa untuk taat pada nilai-nilai instrumental yang
berupa norma atau hukum tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi,
dan traktat) maupun yang tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau
kesepahaman, dan konvensi.
Kebhinekaan atau pluralitas masyarakat bangsa Indonesia yang tinggi, dimana
agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya penuh perbedaan, menyebabkan ideology
Pancasila bisa diterima sebagai ideologi pemersatu. Data sejarah menunjukan
bahwa setiap kali ada upaya perpecahan atau pemberontakan oleh beberapa
kelompok masyarakat, maka nilai-nilai Pancasilalah yang dikedepankan sebagai
solusi untuk menyatukan kembali. Begitu kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila
sebagai kekuatan pemersatu, maka kegagalan upaya pemberontakan yang terakhir
(G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965 untuk seterusnya hari tersebut dijadikan sebagai
Hari Kesaktian Pancasila. Bangsa Indonesia yang plural secara sosiologis
membutuhkan ideologi pemersatu Pancasila. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila
perlu dilestarikan dari generasi ke generasi untuk menjaga keutuhan masyarakat
bangsa. Pelestarian nilai-nilai Pancasila dilakukan khususnya lewat proses
pendidikan formal, karena lewat pendidikan berbagai butir nilai Pancasila
tersebut dapat dikembangkan secara terencana dan terpadu.[3]
3. Yuridis
Pancasila
sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia yang berlaku
adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun 1945) junctis Keputusan
Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi
Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang
tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis-yuridis
sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai kekuatan
hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum mengikat.
Nilai-nilai Pancasila dari segi
implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang
adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945, dan Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai
dasar tersebut harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945,
bahkan pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.
Peraturan perundang-undangan ke tingkat
yang lebih rendah pada esensinya adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar
Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945,
sehingga perangkat peraturan perundang-undangan tersebut dikenal sebagai nilai
instrumental Pancasila. Jadi nilai instrumental harus merupakan penjelasan dari
nilai dasar. dengan kata lain, semua perangkat perundang-undangan haruslah
merupakan penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat pada
Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.[4]
Para penyusun peraturan
perundang-undangan (legal drafter) di lembaga-lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah adalah orang-orang
yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila menjadi nilai-nilai
instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus mempunyai pengetahuan,
pengertian dan pemahaman, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan yang baik
terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab jika tidak, mereka akan
melahirkan nilai-nilai instrumental yang menyesatkan rakyat dari nilai dasar
Pancasila. Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental,
taat pada semua peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan
penjabaran dari nilai dasar Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis
Pancasila telah mewujud pada amaliyah setiap warga. Pemahaman perspektif hukum
seperti ini sangat strategis disemaikan pada semua warga negara sesuai dengan
usia dan tingkat pendidikannya, termasuk pada para penyusun peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan,
jika Pancasila disebarluaskan secara massif antara lain melalui pendidikan,
baik pendidikan formal maupun nonformal.[5]
Pancasila secara formal atau berdasarkan hukum adalah
sebagai sumber hukum pendidikan nasional, yaitu tertuang dalam Undang-Undang
No.20 Tahun 2013, tentang Sistem pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 2 dinyatakan
bahwa sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.
Berdasarkan SK
Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2006, dinyatakan Pendidikan Kewarganegaraan
adalah berbasis Pancasila, maka Pendidikan Kewarganegaraan didukung oleh
Pancasila. Oleh karena itu, perlu mengembangkan Pendidikan Pancasila dalam
rangka Pendidikan Kepribadian.
Pendidikan
pancasila di samping mengembangkan Pendidikan Kepribadian dan yang harus
melestarikan hasil perenungan bangsa sendiri yang sudah berabad-abad diamalkan
baik masa jaya maupun masa derita. Masa jaya-jayanya yaitu masa Sriwijaya dan
masa Majapahit, sedang masa derita yaitu masa penjajahan bangsa lain.[6]
B. PENGERTIAN
PANCASILA
Istilah “Pancasila” menjadi nama resmi Dasar
Filsafat Negara, dahulunya mempunyai proses perkembangan, baik ditinjau dari
segi bahasa maupun sejarahnya. Oleh karena itu, istilah “Pancasila” akan
dibicarakan secara etimologis, historis, dan terminologis.
1. Secara
Etimologis
Secara
Etimologis atau secara logatnya “Pancasila” berasal dari bahasa India, yakni
bahasa Sansekerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah
Prakerta.
Menurut
Muhammad Yamin, di dalam bahasa Sansekerta perkataan Pancasila ada dua macam
arti, yaitu:
Panca : artinya “Lima”
Syila :
dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya “batu-sendi”, “alas”
atau “dasar”.
Syiila :
dengan huruf i panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang baik”.
Kata “syiila”
dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”, artinya “tingkah laku yang baik”.
Dengan uraian di atas maka perkataan “Panca-Syila”
dengan huruf i satu (biasa) berarti “berbatu sendi yang lima”, “berdasar
yang lima”, atau “lima dasar”. Sedangkan “Panca-Syiila” (dengan huruf
Dewanagari, dengan huruf i dua (panjang) berarti “lima aturan tingkah laku yang
penting”.[7]
2. Secara Historis
Secara historis
istilah “Pancasila” mula-mula dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk
agama Budha, Pancasila berarti “lima-aturan” atau “Five Moral Principles”
yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) agama
Budha, yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa pali “Panca-Sila”, yang berisi
lima larangan atau lima pantangan yang bunyinya menurut encyclopedia atau
kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut:
a) Panatipata
veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mencabut nyawa setiap yang hidup: maksudnya dilarang
membunuh.
b) Addinnadana
veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mengambil barang yang tidak diberikan: maksudnya
dilarang mencuri.
c) Kameshu
micchacara veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berhubungan kelamin yang tidak sah
dengan perempuan: maksudnya dilarang berzina.
d) Musawada veramani
sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berkata palsu: maksudnya dilarang berdusta.
e) Sura-meraya
–majja-pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah minum minuman yang menghilangkan
pikiran: maksudnya dilarang minum minuman keras.
Jadi pertama
kali istilah “Pancasila” digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar moral
dalam agama Budha. Pancasila berarti lima aturan tingkah laku yang baik, atau
lima aturan moral.
Perkembangan
selanjutnya istilah “Pancasila” masuk dalam khazanah kesusasteraan Jawa Kuno
pada zaman Majapahit di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Istilah
“Pancasila” terdapat dalam buku keropak Negara kertagama yang berupa syair
pujian ditulis oleh pujangga istana bernama Empu Prapanca selesai pada tahun
1365, yakni di dalam sarga 53 bait ke 2 yang berbunyi sebagai berikut:
“Yatnanggeguani pancasyila
kertasangskarabhisekaka krama”.
Artinya: (Raja)
menjalankan dengan setia kelima pantang (Pancasila) itu begitu pula
upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Selain terdapat
dalam buku Nagarakertagama yang masih dalam zaman Majapahit istilah “Pancasila”
juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sotasoma
ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dari
bahasa Sansekerta) juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima”
(Pancasila Krama), yaitu:
a) Tidak boleh melakukan kekerasan
b) Tidak boleh mencuri
c) Tidak boleh berjiwa dengki
d) Tidak boleh berbohong[8]
e) Tidak boleh mabuk minuman keras[9]
3. Secara
Terminologis
Secara
terminologis atau berdasarkan isi istilahnya yang digunakan di Indonesia,
dimulai sejak sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, tanggal 1 juni 1945. Istilah “Pancasila” dipergunakan oleh Bung
Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau lima prinsip negara Indonesia
Merdeka yang diusulkannya. Sedangkan istilah tersebut, menurut Bung Karno
sendiri adalah dibisikkan dari temannya seorang ahli bahasa.
Pada tanggal 17
Agustus 1945 Indonesia merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 di
sahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya masih merupakan Rancangan
Hukum Dasar serta dalam Pembukaannya memuat rumusan lima dasar Negara Republik
Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah “Pancasila” secara
resmi atau secara formal masuk ke dalam bahasa Indonesia walaupun di dalam
Pembukaan UUD 1945 itu tidak disebutkan nama Pancasila. Pancasila dalam
Pembukaan ini sebagai dasar negara, oleh karena itu istilah “Pancasila” artinya
“Lima-Dasar”, yang dimaksud ialah “Satu dasar negara yang terdiri atas lima
unsur yang menjadi satu kesatuan Dasar Filsafat negara Republik Indonesia” yang
isinya sebagaimana tertera dalam alinea keempat bagian akhir Pembukaan UUD
1945.
Pancasila dalam
bahasa Indonesia dan secara yuridis yang dimaksudkannya adalah:
a) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia.
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh Raksyat
Indonesia.[10]
Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang
BPUPKI pertama Dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya
akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon
rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada
sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan
Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir.
Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar
negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima
dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu
seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang
Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan
lima dasar atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama
Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa
Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD
1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara
Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon
rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara
bulat.[11]
C. SEJARAH
TERBENTUKNYA PANCASILA
Pada tanggal 28
Mei 1945 Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai) dilantik oleh Seikoo Sikikan, dan diberi nasehat
oleh Gunseikan, yang antara lain menjelaskan bahwa tugas badan ini ialah
untuk mempelajari dan menyelidiki segala sesuatu urusan penting yang mengenai
masalah politik, ekonomi, pemerintah, kehakiman, pembelaan negeri, lalu lintas
dan sebagainya, yang diperlukan dalam usaha pembentukan Negara Indonesia, dan
hasil penyelidikan tersebut harus dilaporkan kepada Gunseikan.
Masa sidang
yang pertama dilangsungkan selama 4 hari, mulai tanggal 29 Mei sampai dengan 1
juni 1945 yang pertempat di Gedung Tyuoo Sangiin (sekarang Gedung
Pejambon atau Gedung Departemen Luar Negeri atau Gedung Pancasila). Dalam masa
sidang I ini Ketua Badan Penyelidik minta kepada para anggota untuk lebih
dahulu mengemukakan Dasar Negara apa yang akan dipakai nanti kalau Indonesia
memperoleh kemerdekaannya.
Pada hari-1
sidang pertama BPUPKI, yaitu tanggal 29 Mei 1945 Mr. Moh. Yamin menyampaikan
pidatonya yang panjang lebar, semacam perasaan/usul yang telah disiapkan lebih
dahulu dengan judul: “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”, dan
ditutup dengan sebuah sajak yang berjudul: “Republik Indonesia”.
Dalam Pidatonya
itu diusulkan 5 asas dan dasar negara, dengan istilah dan urutan sebagai
berikut:
1. Peri Kebangsaan,
2. Peri Kemanusiaan,
3. Peri Ketuhanan,
4. Peri Kerakyatan (yang terdiri dari:
a. Permusyawaratan,
b. Perwakilan,
c. Kebijaksanaan),
5. Kesejahteraan rakyat (Keadilan sosial).
Setelah
berpidato, Muhammad Yamin mengusulkan juga secara tertulis lima asas dasar
negara bagi Indonesia Merdeka, dalam
rancangan Mukaddimah Hukum Dasar, yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia,
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosila bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada hari ke-3 sidang
pertama BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran
negara, diawali tentang tiga syarat mutlak adanya negara:
1. Pertama harus ada daerah, yaitu meliputi batas
Hindia-Belanda.
2. Kedua harus ada rakyat sebagai warga negara
yaitu yang mempunyai kebangsaan Indonesia.
3. Ketiga harus ada pemerintahan yaitu
pemerintahan berdaulat menurut hukum Internasional.[12]
Di samping
Soepomo mengusulkan tentang syarat mutlak negara, yaitu: daerah, rakyat, dan
pemerintahan. Mengenai dasar apa negara Indonesia didirikan, dikemukakan lima
soal:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan Lahir dan Bathin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan Sosial.
Soepomo juga
membicarakan tentang aliran pikiran negara, yang menurut Soepomo ada tiga
aliran pikiran, yaitu aliran pikiran individualis, aliran pikiran kolektif, dan
aliran pikiran integralistik. Ketiga aliran ini diuraikan sebagai berikut:
1. Aliran pikiran individualis atau teori
perorangan sebagaimana diajarkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke (abad
ke-17), menurut aliran pikiran ini, negara adalah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontraknya antara seluruh individu dalam
masyarakat (contract social). Contohnya negara Amerika.
2. Aliran pikiran kolektif atau teori golongan
atau kelas (class theory), sebagaimana diajarkan oleh Marx, Engels, dan
Lenin. Yang menyatakan bahwa negara adalah alat suatu golongan yang mempunyai
kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yang mempunyai
kedudukan yang lemah. Contohnya negara-negara komunis, yang mendasarkan pada
ajaran Karl Marx.
3. Aliran pikiran integralistik yang diajarkan
oleh Spinzao, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain (abad ke-18 dan 19), menurut
aliran pikiran ini, negara adalah suatu susunan masyarakat yang integral
menjamin kepentingan seluruh rakyat sebagai persatuan untuk mengatasi
kepentingan golongan atau seseorang.
Pada hari ke-4
sidang pertama BPUPKI, yaitu pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengajukan
lima dasar juga bagi Indonesia Merdeka, dalam pidatonya mengenai Dasar
Indonesia Merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa (yaitu
Mr.Muhammad Yamin), yang pada waktu itu duduk di samping Ir. Soekarno) diberi
nama Pancasila. Lima dasar yang di ajukan Bung Karno, adalah:[13]
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Selanjutnya,
Bung Karno juga mengemukakan usul alternatifnya, dari lima rumusan diringkas
menjadi tiga rumusan yang diberi nama Trisila, yaitu:
1. Sosio-Nasionalisme.
2. Sosio-Demokrasi.
3. Ketuhanan.
Setelah itu, Bung Karno juga mengusulkan tiga rumusan itu
diringkas lagi menjadi satu rumusan yang diberi nama Ekasila, yaitu:
1. Gotong-Royong.
Setelah selesai
masa sidang pertama BPUPKI, dengan usulan yang baik dari Muhammad Yamin, Bung
Karno, dan Soepomo, maka untuk menampung perumusan-perumusan yang bersifat
perorangan, dibentuklah Panitia Kecil Penyelidik Usul-usul yang terdiri atas
sembilan orang, yang kemudian Panitia ini disebut “Panitia Sembilan”.
Pada tanggal 22
Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan Mukaddimah
(Pembukaan) Hukum Dasar, yang kemudian dinamakan Jakarta Charter atau
Piagam Jakarta (oleh Mr. Muhammad Yamin), di dalam rancangan Mukaddimah itu
termuat pula rumusan Pancasila yang tata-urutannya tersusun secara sistematik,
pada alinea keempat bagian akhir, yaitu:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yng dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam masa
sidang kedua BPUPKI, yaitu tanggal 10-17 Juli 1945 merupakan masa penentuan
perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan bersama.[14]
Sidang kedua
BPUPKI hari ke-1 pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil Panitia Kecil atau
Panitia Sembilan yang disebut dengan Piagam Jakarta dan juga membentuk
panitia-panitia Hukum Dasar, yang di kelompokkan menjadi tiga kelompok panitia
perancang Hukum Dasar, yaitu:
1. Panitia Perancang Hukum Dasar.
2. Panitia Pembela Tanah Air.
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan.
Panitia
Perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi Panitia Kecil Perancang Hukum
Dasar dan dalam rapatnya tanggal 11-13 Juli 1945 telah dapat menyelesaikan
tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar.
Selanjutnya
hari ke-5 sidang kedua BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 mengesahkan naskah rumusan
Panitia Sembilan yang dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar (RMHD).
Pada hari ke-7
tanggal 16 Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar (RHD), yang sudah
selesai dirumuskan dan di dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai Mukaddimah.
Pada hari
terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, hanya merupakan sidang Penutupan
Badan Penyelidik Usaha-usah Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi.
Pada tanggal 9
Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh
Jepang, dan kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu
Zyunbi Iinkai), yang sering disebut Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Pada hari
Jum’at, 17 Agustus 1945 jam 10:00 dalam rapat terbuka di Jalan Pengangsaan Timur No.56 Jakarta, Kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa
Indonesia dalam pidato proklamasi.
Sehari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 18 Agustus 1945 sidang pertama
PPKI berhasil mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUDNRI) beserta pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(Pemb.UUDNRI) dengan cara mengubah Piagam Jakarta atau Rancangan Mukaddimah
Hukum Dasar (RMHD) dan Rancangan Hukum Dasar (RHD).
Dengan disahkan
dan ditetapkan Piagam jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, maka lima dasar yang
diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya”,[15]
di ubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, atas prakarsa Drs. Mohammad Hatta.
Dengan demikian, Pancasila menurut Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
D. DINAMIKA
PANCASILA SEBAGAI ASAS NEGARA
Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Pernyatan
dari presiden pertama Indonesia yang terlihat sederhana tetapi butuh pemahaman
yang mendalam. Setiap bangsa di dunia dapat dipastikan memiliki karakteristik
sesuai dengan sifat dan sejarah bangsa itu sendiri. Indonesia berkarakter dan
berideologi Pancasila mulai dari tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang. Meski
dalam prosesnya Indonesia sempat mengalami beberapa kali perubahan konstitusi.
Dari UUD 1945, konstitusi RIS 1949, UUD sementara 1950 hingga kembali ke UUD
1945, dan kini sudah mengalami Amandemen menjadi Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pancasila masih tetap sebagai
ideologi negara.
Pancasila lahir atas dorongan dari janji kemerdekaan oleh
Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso tanggal 7 September 1944.
Pemerintah Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945 yang bertujuan untuk
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia
Merdeka. BPUPKI awalnya memiliki anggota 70 orang yang terdiri dari 62 orang Indonesia
dan 8 orang anggota istimewa bangsa Jepang yang tidak berhak berbicara, hanya
mengamati. Kemudian ditambah dengan 6 orang Indonesia pada sidang kedua. Pada
tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 dilaksanakan sidang pertama untuk merumuskan
falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Empat hari bersidang ada 33 (tiga
puluh tiga) pembicara. Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Yamin dan Soepomo
mengusulkan rumusannya. Pada tanggal 29 Mei 1945 Muhammad Yamin mengemukakan 5
(lima) asas bagi negara Indonesia Merdeka, yaitu:
1. Kebangsaan.[16]
2. Kemanusiaan.
3. Ketuhanan.
4. Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat.
Pada hari keempat tanggal 1 Juni 1945,
Soekarno mengusulkan 5 (lima) asas yaitu:
1.
Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme
atau peri-kemanusiaan
3. Persatuan
dan kesatuan
4. Kesejahteraan
sosial
5.
Ketuhanan yang Maha Esa
Oleh Soekarno
dinamakan Pancasila, Pidato Soekarno diterima dengan gegap gempita oleh
peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat
tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila
pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Maka Pada Sidang PPKI I tanggal
18 Agustus 1945, Moh. Hatta lalu mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Alasan dan dasar pengubahan kalimat ini
telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu
Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui
perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Akhirnya
bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada
Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara
Indonesia. Dengan isi sebagai berikut:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang Adil Dan Beradab
3.
Persatuan Indonesia
5. Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
E. KEDUDUKAN,
PERANAN, DAN FUNGSI PANCASILA
Pancasila sebagai dasar negara memiliki beberapa kedudukan sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai dasar negara adalah
sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian,
Pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan
UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.
2.
Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund)
dari Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum
dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4.
Mengandung norma yang mengharuskan
Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara, (termasuk para penyelenggara partai dan golongan
fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5.
Merupakan sumber semangat abadi
Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara. para pelaksana
pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional).[18]
Pancasila memiliki beberapa peranan
sebagai berikut:
1.
Sebagai dasar untuk menata negara agar
merdeka.
2.
Sebagai dasar, arah, dan petunjuk dalam
kehidupan sehari-hari.
Pancasila juga
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai dasar negara.
2.
Pancasila sebagai pandangan hidup.
3.
Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia.
4.
Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum.
5.
Pancasila sebagai jiwa bangsa
Indonesia.
6.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia.
7.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan
nasional.
8.
Pancasila sebagai perjanjian luhur
bangsa Indonesia.[19]
F. PENDEKATAN FILSAFAT PANCASILA
Untuk mengetahui secara mendalam tentang Pancasila, perlu pendekatan
filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefenisikan secara
ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan
bangsa dan negara Indonesia. Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan
mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu.
Berdasarkan pemikiran filsafat, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya
merupakan suatu nilai. Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan
UUD 1945 alenia IV adalah sebagai berikut:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3.
Persatuan Indonesia.
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
5.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Kelima sila dari Pancasila pada hakikat nya adalah satu nilai. Nilai-nilai
merupakan perasan dari Pancasila tersebut adalah:
1.
Nilai Ketuhanan.
2.
Nilai Kemanusiaan.
3.
Nilai Persatuan.
4.
Nilai Kerakyatan.
5.
Nilai Keadilan.
Nilai itu
selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara
Indonesia. Secara Etimologi, nilai berasal dari kata value (Inggris)
yang berasal dariu kata valere (Latin) yang berarti : kuat, baik,
berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value) adalah sesuatu
yang berguna. Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak
dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki
nilai. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Nilai
bersifat normative, suatu keharusan (das sollen) yang menuntut
diwujudkan dalam tingkah laku. Nilai juga menjadi pendorong/motivator hidup
manusia.[20]
Dalam filsafat Pancasila terdapat 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai
dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
1.
Nilai Dasar
Nilai yang
mendasari nilai instrumental. Nilai dasar yaitu asas-asas yang kita
terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai
dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
Nilai-Nilai dasar sendiri dalam Pancasila adalah Nilai-nilai dari sila-sila
Pancasila. Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap.
2.
Nilai
Instrumental
Nilai sebagai
pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya terbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme
lembaga-lembaga negara.
3.
Nilai Praksis
Nilai yang
sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai Praksis sesungguhnya
menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar
hidup dalam masyarakat Indonesia.[21]
G. PERAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN ETIKA POLITIK
1. Pancasila
sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi atau
peran pokok, yaitu:
a.
Pancasila dasar negara sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber tertib hukum. Hal ini tertuang dalam ketetapan MPR
No.XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No.V/MP/1973 serta ketetapan No. IX/MPR/1978
merupakan pengertian yuridis ketatanegaraan, dan Tap MPR No. III/MPR/2000
tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan.
b.
Pancasila sebagai pengatur hidup
kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat
sosiologis).
c.
Pancasila sebagai pengatur tingkah laku
pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian pancasila
yang bersifat etis dan filosofis).
2.
Pancasila sebagai Etika Politik
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara yang merupakan satu
kesatuan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing
sila-silanya. Karena jika dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu
dapat saja ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna
pancasila teletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tak biasa ditukar-balikkan letak dan susunannya. Pancasila tidak
hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, melainkan juga
merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi
kekuasaan, hukum, serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami
dan mendalami nilai-nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung
dalam kelima sila Pancasila.
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan kebangsaan
dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara Indonesia bukanlah negara
teokrasi yang mendasarkan kekuasaan negara pada legitimasi religius. Kekuasaan
kepala negara tidak bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan
legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun negara Indonesia tidak mendasarkan
pada legitimasi religius, namun secara moralitas kehidupan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam
kehidupan negara. Oleh karena itu, asas sila pertama lebih berkaitan dengan
legitimasi moral.
b.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan
negara. Bangsa Indonesia sebagia bagian dari umat manusia di dunia, hidup
secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita serta
prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan dasar kehidupan dan
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu asas-asas kemanusiaan adalah bersifat
mutlak dalam kehidupan negara dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan
harus mendapatkan jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan
jaminan atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan juga
harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan negara.[22]
c.
Persatuan Indonesia
Persatuan berarti utuh dan tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu
kebulatan. Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural yang
memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi merupakan negara yang
rawan konflik. Oleh karenanya, diperlukan semangat persatuan sehingga tidak
muncul jurang pemisah antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Dibutuhkan sikap saling menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi
keutuhan negara dan kebaikan bersama. Oleh karena itu, sila ketiga ini juga
berkaitan dengan legitimasi moral.
d.
Kerakyatan yang dipimipin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
Negara adalah berasal dari rakyat dan kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu, rakyat merupakan asal muasal kekuasaan negara. Dalam
pelaksanaan dan penyelanggaran negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta
kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
Maka dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal yang menyangkut kekuasan
legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan keputusan, pengawasan
serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari rakyat, atau dengan kata
lain harus memiliki “legitimasi demokratis”.
e.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
Dalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi hukum yaitu
prinsip “Realitas”. Negara Indonesia adalah hukum, oleh karena itu keadilan
dalam hidup bersama (keadilan sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara.
Dalam penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta
pembagian senantiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku. Pelanggaran atas
prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam kehidupan negara.
Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni dan jernih
mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah dijabarkan diatas. Yang
mana dalam berpolitik harus bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa,[23]
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Etika politik
Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah perilaku politik Negara,
terutama sebagai metode kritis untuk memutuskan benar atau salah sebuah
kebijakan dan tindakan pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan
pemerintah itu dengan makna sila-sila Pancasila.[24]
H. PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN PARADIGMA PEMBANGUNGAN
1.
Pancasila sebagai Ideologi
Pancasila sebagai ideologi Negara memiliki beberapa peran sebagai berikut:
a.
Memperkokoh persatuan bangsa karena
bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
b.
Mengarahkan bangsa Indonesia menuju
tujuannya dan menggerakkan serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan
pembangunan.
c.
Memelihara mengembangkan identitas
bangsa dan sebagai dorongan dalam pembentukan karakter bangsa berdasarkan
Pancasila.
d.
Menjadi standar nilai dalam melakukan
kritik mengenai keadaan Bangsa dan Negara.[25]
2.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan memiliki beberapa peran sebagai
berikut:
a.
Cita-cita Bangsa Indonesia.
b.
Jiwa Bangsa.
c.
Moral Pembangunan.
d.
Dasar Negara Republik Indonesia.[26]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah “Pancasila” menjadi nama resmi Dasar
Filsafat Negara, dahulunya mempunyai proses perkembangan, baik ditinjau dari
segi bahasa maupun sejarahnya. Oleh karena itu, istilah “Pancasila” akan
dibicarakan secara etimologis, historis, dan terminologis.
Secara Etimologis atau secara logatnya “Pancasila” berasal dari bahasa
India, yakni bahasa Sansekerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat
jelata ialah Prakerta.
Panca :
artinya “Lima”
Syila :
dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya “batu-sendi”, “alas”
atau “dasar”.
Syiila :
dengan huruf i panjang, artinya “peraturan tingkah laku yang baik”.
Kata “syiila”
dalam bahasa Indonesia menjadi “susila”, artinya “tingkah laku yang baik”.
Secara historis istilah “Pancasila” mula-mula dipergunakan oleh masyarakat
India yang memeluk agama Budha, Pancasila berarti “lima-aturan” atau “Five
Moral Principles” yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut
biasa (awam) agama Budha, yang dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa pali
“Panca-Sila”, yang berisi lima larangan atau lima pantangan.
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
Secara
terminologis atau berdasarkan isi istilahnya yang digunakan di Indonesia,
dimulai sejak sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia, tanggal 1 juni 1945. Istilah “Pancasila” dipergunakan oleh Bung
Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau lima prinsip negara Indonesia
Merdeka yang diusulkannya.
Pada tanggal 28
Mei 1945 Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu
Zyunbi Tyoosakai) dilantik oleh Seikoo Sikikan, dan diberi nasehat
oleh Gunseikan.
Masa sidang
yang pertama dilangsungkan selama 4 hari, mulai tanggal 29 Mei sampai dengan 1
juni 1945, Pada hari-1 sidang pertama BPUPKI, yaitu tanggal 29 Mei 1945 Mr.
Moh. Yamin menyampaikan pidatonya yang panjang lebar, Pada hari ke-3 sidang pertama
BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara,
Pada hari ke-4 sidang pertama BPUPKI, yaitu pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno
mengajukan lima dasar juga bagi Indonesia Merdeka, dalam pidatonya mengenai
Dasar Indonesia Merdeka, Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil
merumuskan Rancangan Mukaddimah (Pembukaan) Hukum Dasar, yang kemudian
dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta, Dengan disahkan dan
ditetapkan Piagam jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, maka lima dasar yang
diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya”, di ubah
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, atas prakarsa Drs. Mohammad Hatta. Dengan demikian,
Pancasila menurut Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara memiliki
beberapa kedudukan sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai dasar negara adalah
sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia.
2.
Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund)
dari Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum
dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).
4.
Mengandung norma yang mengharuskan
Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara.
5.
Merupakan sumber semangat abadi
Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara.
Pancasila memiliki beberapa peranan sebagai berikut:
1.
Sebagai dasar untuk menata negara agar
merdeka
2.
Sebagai dasar, arah, dan petunjuk dalam
kehidupan sehari-hari.
Pancasila juga
memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai dasar negara.
2.
Pancasila sebagai pandangan hidup.
3.
Pancasila sebagai ideologi bangsa
Indonesia.
4.
Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum.
5.
Pancasila sebagai jiwa bangsa
Indonesia.
6.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia.
7.
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan
nasional.
8.
Pancasila sebagai perjanjian luhur
bangsa Indonesia.
Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam
mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefenisikan secara ringkas
sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa
dan negara Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia mempunyai beberapa fungsi atau
peran pokok, yaitu:
1.
Pancasila dasar negara sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 dan yang pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber tertib hukum.
2.
Pancasila sebagai pengatur hidup
kemasyarakatan pada umumnya (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat
sosiologis).
3.
Pancasila sebagai pengatur tingkah laku
pribadi dan cara-cara dalam mencari kebenaran (merupakan pengertian pancasila
yang bersifat etis dan filosofis).
Pancasila dalam etika berpolitik itu semua terkandung dalam kelima sila
Pancasila:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila
sebagai ideologi Negara memiliki beberapa peran sebagai berikut:
1.
Memperkokoh persatuan bangsa karena
bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2.
Mengarahkan bangsa Indonesia menuju
tujuannya dan menggerakkan serta membimbing bangsa Indonesia dalam melaksanakan
pembangunan.
3.
Memelihara mengembangkan identitas
bangsa dan sebagai dorongan dalam pembentukan karakter bangsa berdasarkan
Pancasila.
4.
Menjadi standar nilai dalam melakukan
kritik mengenai keadaan bangsa dan Negara.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan memiliki beberapa peran sebagai berikut:
1.
Cita-cita bangsa Indonesia.
2.
Jiwa bangsa.
3.
Moral pembangunan.
4.
Dasar Negara Republik Indonesia.
B.
Kritik dan
Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Pemakalah memohon maaf apabila ada kesalahan dalam pengejaan
maupun penulisan kata serta kalimat yang kurang jelas, dan beberapa hal yang
masih kurang dimengerti. Dan pemakalah juga sangat menerima saran dan kritik
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari saya
semoga dapat diterima di hati dan saya mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
- Astuti, Ngudi.2012.”PANCASILA
dan Piagam Madinah”. Jakarta; Media
Bangsa.
- Ms Bakry, Noor. 2010.”Pendidikan Pancasila”.Yogyakarta;
Pustaka Pelajar.
[1]Ardimoviz, http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridis-dan.html,
diakses pada tanggal 09 Oktober 2014, pukul 11:28
[3] Agustian Anggara, http://naitsuga48.wordpress.com/category/pancasila/page/2/, diakses pada tanggal 09 Oktober 2014, pukul 11:34
[4] Agustian Anggara, http://naitsuga48.wordpress.com/category/pancasila/page/2/, diakses pada tanggal 09 Oktober 2014, pukul 11:36
[5] Agustian Anggara, http://naitsuga48.wordpress.com/category/pancasila/page/2/, diakses pada tanggal 09 Oktober 2014, pukul 11:36
[11]Citadentiartika, http://citadastmikpringsewu.wordpress.com/mata-kuliah/pancasila/pengertian-pancasila-secara-etimologis-historis-terminologis-hakikat-pancasila/,
diakses pada tanggal 09 Oktober 2014, pukul 11:45
[19] Elfriza Sibarani, http://elfriza.blogspot.com/2013/11/kedudukan-dan-fungsi-pancasila.html,
diakses pada tanggal 13 oktober 2014 pukul 14:27
[20] Indra Achmadi, http://indraachmadi.blogspot.com/2013/05/filsafat-pancasila-pancasila-sebagai.html, diakses
pada tanggal 16 oktober 2014 pukul 15:06
[21] Indra Achmadi, http://indraachmadi.blogspot.com/2013/05/filsafat-pancasila-pancasila-sebagai.html, diakses pada tanggal 16 oktober 2014 pukul 15:06
[24] Ilham fauzi,
weloveblitar.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etia-politik.html?m=1,
diakses pad tanggal 18 Oktober 2014 pukul 15:34
[25] Aditya 1st, https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20130828184056AAiBmno, diakses pada tanggal 19 Oktober 2014 pukul 18:56
[26] Rochimudin, http://belajarnegara.blogspot.com/2013/04/pancasila-sebagai-paradigma-pembangunan.html, diakses pada tanggal 16 oktober 2014 pukul 15:29
Zapplerepair pengerjaan di tempat. Zapplerepair memberikan jasa service onsite home servis pengerjaan di tempat khusus untuk kota Jakarta, Bandung dan Surabaya dengan menaikan level servis ditambah free konsultasi untuk solusi di bidang data security, Networking dan performa yang cocok untuk kebutuhan anda dan sengat terjangkau di kantong" anda (http://onsite.znotebookrepair.com)
BalasHapus“Zapplerepair Apple dan Smarphone specialist
telp: 087788855868
website: http://indonesia.zapplerepair.com/